LOVEACEH.COM – Di Aceh, setiap pejabat atau tokoh penting yang datang akan disambut dengan prosesi tradisional yang dikenal sebagai peusijuek.
Tradisi ini telah dilestarikan sejak zaman dahulu dan masih menjadi bagian penting dari budaya masyarakat Aceh hingga saat ini.
Peusijuek bukan hanya sekadar seremonial, tetapi memiliki makna mendalam yang mencerminkan rasa syukur dan harapan akan berkah dan keselamatan.
Sejumlah tokoh terkenal yang pernah di-peusijuek di Aceh antara lain Presiden Joko Widodo, Surya Paloh, Ganjar Pranowo, dan yang terbaru adalah Anies Baswedan ketika melakukan safari politik.
Bahkan, mantan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf juga dipeusijuek saat pulang perdana ke Tanah Rencong setelah bebas bersyarat dari Lapas Sukamiskin.
Selain itu, prosesi peusijuek juga biasanya dilakukan untuk orang yang baru memperoleh jabatan penting.
Misalnya, Achmad Marzuki dipeusijuek setelah dilantik sebagai Pj Gubernur Aceh dan Saiful Bahri alias Pon Yaya setelah dilantik sebagai Ketua DPR Aceh.
Tujuan dan Makna Peusijuek
Di Aceh, prosesi peusijuek merupakan tradisi yang masih dipertahankan dengan tujuan utama untuk bersyukur kepada Allah.
Prosesi ini biasanya dilakukan terhadap benda atau manusia dengan harapan mendapatkan berkah, keselamatan, atau agar selalu berada dalam keadaan yang baik.
Peusijuek sendiri berarti mendinginkan atau menenangkan hati. Tradisi ini dilakukan saat seseorang mendapatkan kebahagiaan, rahmat, atau ketika seseorang terlepas dari suatu musibah.
Prosesi peusijuek biasanya dimulai dengan pembacaan Basmallah dan doa oleh orang yang dipercaya untuk melakukannya, dan diakhiri dengan makan nasi ketan bersama.
Ketua Majelis Adat Aceh, Badruzzaman Ismail, menjelaskan bahwa peusijuek telah menjadi tradisi masyarakat sejak zaman dahulu.
Tujuannya adalah untuk membangun silaturahmi dengan kerabat maupun keluarga.
Saat prosesi peusijuek digelar, keluarga dan warga sekitar biasanya turut diundang untuk menunjukkan rasa senang atau rasa sedih kepada orang lain.
“Peusijuek ini sebagai bentuk bersyukur kepada Allah,” kata Badruzzaman kepada detikcom, Sabtu (6/9/2014) lalu.
Pelaksanaan Peusijuek
Menurut Badruzzaman, prosesi peusijuek dilakukan pada berbagai kegiatan dalam kehidupan masyarakat Aceh, seperti kenduri perkawinan, kenduri sunatan, pelepasan calon jamaah haji, dan berbagai kegiatan lainnya.
Peusijuek bukan hanya dilakukan pada saat upacara tertentu saja, tetapi juga setelah terjadinya perdamaian antara dua atau beberapa orang yang sebelumnya bertikai.
“Peusijuek itu ada bermacam tempat dilakukan. Tapi cara dan doanya sama semua,” jelasnya.
Dalam prosesi peusijuek, sejumlah bahan digunakan, seperti beras padi, rumput hijau atau on sinijuek, dan air. Bahan-bahan ini hanya simbol, bukan suatu kepercayaan.
“Masak upacara tidak ada visual jadi bahan itu semua hanya simbol,” jelas Badruzzaman.
Bahan yang Digunakan dalam Peusijuek
Bahan-bahan yang digunakan dalam peusijuek tentu mempunyai arti tersendiri. Beras padi, misalnya, mencerminkan sumber kehidupan. Pada masa lalu, masyarakat Aceh hidup dari pertanian dan makan beras dari padi.
Selain itu, memercikkan air dan on senijuek (rumput hijau) memiliki makna mendinginkan atau menenangkan. Badruzzaman memberikan contoh, jika seseorang terlihat marah, setelah dipeusijuek, jiwanya akan menjadi tenang kembali.
Sementara nasi ketan melambangkan perekat antara satu orang dengan orang lain. Setelah prosesi peusijuek selesai, nasi ketan ini kemudian dibagi kepada warga yang hadir untuk dimakan bersama-sama.
Tata Cara Peusijuek
Dalam pelaksanaan peusijuek, terdapat tata cara yang harus diikuti, meskipun kadang berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. “Beda caranya saja. Kadang daerah tidak beraturan seperti itu,” ungkap Badruzzaman.
Prosesi peusijuek tidak bisa dilakukan sembarangan orang. Hanya orang yang memahami dan menguasai hukum agama yang diutamakan untuk melakukannya, karena prosesi ini diisi dengan acara mendoakan keselamatan dan kesejahteraan sesuai dengan agama Islam yang dianut secara umum oleh masyarakat Aceh.
Ritual peusijuek ini mirip dengan tradisi tepung tawar dalam budaya Melayu. Di Aceh, yang melakukan acara peusijuek adalah tokoh agama maupun adat yang dituakan di tengah masyarakat.
Bagi kaum lelaki, tokoh pemimpin agama yang melakukan peusijuek disebut Teungku (Ustadz), sedangkan bagi wanita, prosesi ini dilakukan oleh seorang wanita yang dituakan, disebut Ummi.
Hukum Peusijuek
Hukum peusijuek menurut Badruzzaman adalah mubah, artinya boleh dilakukan dan boleh tidak. Ia tidak sependapat dengan pandangan bahwa peusijuek adalah pemborosan, meskipun demikian ada hal-hal yang harus dihindari saat melaksanakan prosesi ini.
“Jangan sampai merusak aqidah gara-gara peusijuek, cuma itu yang harus dihindari,” ungkap Badruzzaman.
Tradisi Peusijuek dalam Kehidupan Sehari-hari
Peusijuek bukan hanya dilakukan pada acara-acara besar, tetapi juga menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat Aceh.
Setiap kali ada momen penting atau peristiwa yang dianggap membawa berkah atau musibah, peusijuek selalu hadir sebagai bentuk ungkapan rasa syukur dan harapan akan keselamatan.
Misalnya, saat ada anggota keluarga yang baru pulang dari perjalanan jauh, prosesi peusijuek sering kali digelar untuk menyambut kedatangan mereka dan memohon keselamatan serta berkah bagi mereka.
Begitu juga saat seseorang mendapatkan pekerjaan baru atau memulai usaha baru, peusijuek diadakan untuk memohon agar segala urusan berjalan lancar dan mendapatkan keberkahan.
Peusijuek dalam Upacara Pernikahan
Dalam upacara pernikahan, prosesi peusijuek menjadi salah satu rangkaian penting yang tidak boleh dilewatkan.
Prosesi ini biasanya dilakukan sebelum acara akad nikah, sebagai bentuk doa dan harapan agar pasangan pengantin mendapatkan kehidupan rumah tangga yang harmonis dan bahagia.
Pada prosesi ini, kedua mempelai akan dipersejuk oleh tokoh adat atau orang yang dituakan dalam keluarga, dengan memercikkan air dan beras padi sebagai simbol berkah dan keselamatan.
Keluarga besar dan para tamu yang hadir juga ikut mendoakan dan memberikan restu kepada pasangan pengantin.
Peusijuek dalam Upacara Sunatan
Peusijuek juga dilakukan dalam upacara sunatan. Prosesi ini bertujuan untuk mendoakan keselamatan dan kesehatan anak yang akan disunat.
Dalam tradisi ini, anak yang akan disunat dipersejuk oleh teungku atau tokoh agama dengan memercikkan air dan beras padi. Prosesi ini diakhiri dengan makan bersama keluarga besar dan kerabat, sebagai ungkapan syukur atas terlaksananya sunatan dengan lancar dan tanpa hambatan.
Peusijuek dalam Pelepasan Jamaah Haji
Saat pelepasan calon jamaah haji, prosesi peusijuek menjadi salah satu bagian penting dari rangkaian acara. Prosesi ini dilakukan untuk mendoakan keselamatan dan kelancaran perjalanan ibadah haji.
Tokoh agama atau teungku akan memimpin doa dan memercikkan air serta beras padi kepada calon jamaah haji.
Keluarga dan kerabat yang hadir juga ikut mendoakan agar perjalanan ibadah haji berjalan lancar dan mendapatkan berkah serta rahmat dari Allah.
Peusijuek dalam Momen Perdamaian
Selain itu, prosesi peusijuek juga dilakukan sebagai simbol perdamaian antara dua atau lebih pihak yang bertikai. Peusijuek menjadi sarana untuk meredakan ketegangan dan membangun kembali hubungan yang harmonis.
Pada prosesi ini, kedua belah pihak yang bertikai akan dipersejuk oleh tokoh adat atau agama, dengan harapan bahwa segala perselisihan dapat diselesaikan dengan damai dan tidak terjadi lagi di masa depan.
Bahan-Bahan dalam Prosesi Peusijuek
Setiap bahan yang digunakan dalam prosesi peusijuek memiliki makna dan simbolisme tersendiri. Berikut penjelasan mengenai bahan-bahan yang digunakan:
- Beras Padi: Mencerminkan sumber kehidupan dan kemakmuran. Masyarakat Aceh pada masa lalu hidup dari pertanian dan beras padi menjadi makanan pokok mereka.
- Rumput Hijau (On Sinijuek): Melambangkan kesegaran dan kesejukan. Memercikkan rumput hijau berarti memberikan kesejukan dan ketenangan.
- Air: Simbol mendinginkan dan membersihkan. Air yang digunakan dalam prosesi peusijuek diharapkan dapat membersihkan dan menenangkan hati serta pikiran orang yang dipeusijuek.
- Nasi Ketan: Melambangkan perekat dan kebersamaan. Setelah prosesi peusijuek, nasi ketan dibagi dan dimakan bersama-sama sebagai simbol kebersamaan dan keharmonisan.
Pelestarian Tradisi Peusijuek
Pelestarian tradisi peusijuek menjadi tanggung jawab bersama antara masyarakat, pemerintah, dan tokoh adat.
Pemerintah daerah Aceh, melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, terus menggalakkan upaya pelestarian budaya dan tradisi lokal, termasuk peusijuek.
Berbagai program dan kegiatan dilakukan untuk memperkenalkan dan melestarikan tradisi ini kepada generasi muda.
Selain itu, masyarakat lokal juga aktif dalam melestarikan tradisi ini melalui berbagai acara adat dan kegiatan budaya. Setiap kali ada acara penting atau momen spesial, prosesi peusijuek selalu dihadirkan sebagai bentuk penghormatan terhadap budaya dan tradisi leluhur.
Kesimpulan
Tradisi budaya seperti peusijuek juga menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Peusijuek, dengan segala makna dan simbolismenya, mencerminkan kekayaan budaya dan kearifan lokal masyarakat Aceh.
Dengan berbagai upaya pelestarian dan pengembangan, tradisi peusijuek memiliki potensi besar untuk terus dilestarikan dan diperkenalkan kepada dunia.
Wisatawan yang berkunjung ke Aceh akan membawa pulang kenangan indah dan pengalaman yang tak terlupakan dari tradisi peusijuek, serta menjadi bagian dari upaya pelestarian budaya lokal.
Peusijuek bukan hanya sebuah prosesi, tetapi juga simbol dari rasa syukur, harapan, dan kebersamaan yang menjadi nilai-nilai luhur dalam kehidupan masyarakat Aceh.